May Allah Bless You at This World and Eternity After Life

Jumat, 26 Agustus 2011

one stones added one water


“Taka, apakah anda memiliki kebiasaan buruk ketika anda menduduki sebuah kursi yang bercat putih dan memiliki kelembaban yang lebih dari yang engkau tampakan dalam mulutmu? Dan memandang kami dengan kata-kata hitam yang kelam, masam dan gelap segelap malam ? Kapan engkau dapat menuntun pola, rasa, masa, dan kassa yang didalamnya  dapat menggapai apa yang kami inginkan.” Ayolah, jangan membuat kami marah segeram macan yang akan menerkammu sekuat baja dan akan menusukmu dari belakang secara diam-diam.  saya yakin anda memliki kebiasaan itu hampir setiap anda menjajaki keringnya daun yang terpana ketika terlihat katak melompat dan cacing bergeliat di tanah yang penuh dengan pola bentuk yang mampat. “Tak, kami tidak memandangmu sebagai manusia condong yang berbondong menuju jalan yang oblong. Kami hanya menginginkanmu menuntun jarring-jaring kebinasaan yang membawa ikan-ikan kecil menuju kesengsaraan. Pernahkan kau lihat wahai sanubari tertinggi bangsa bahwasanya kami telah terjuntai oleh makian kasarmu dan perihnya batu-batu tajam yang telah kau lemparkan kepada kami. Tampaklah warna pucat melintas dalam angan yang panjang dan merunduk kepada alam baka yang kusam. Rasakanlah jutaan penyakit yang dibawa oleh bakteri ketika mereka menggerogoti tubuh lemas kami ini yang tiada terbungkus oleh apapun selain tulang dan kulit. Hujan batu telah kami lewati dan peluru-peluru telah menembus jiwa kami, darah telah menetes dari tubuh ini. Camkan perkataan kami wahai sanubari tertinggi bangsa!. Tanah yang kita pijak bersama, nikmat yang telah Allah berikan kepadamu dan kepada kami, bangsa yang tercinta ini bahkan tongkat pun menjadi tanaman mengapa, mengapa kami masih bergelimang oleh pekatnya kesengsaraan! Apa jadinya apabila bangsa yang kaya ini, tergerus oleh keserakahanmu dan dunia melihat kami. Kami malu, sungguh malu wahai sanubari bangsa. Ketika pohon beringin sudah berubah menjadi kayu kecil, ketika hewan sudah berubah menjadi tulang benulang, ketika emas yang terpendam sudah berubah menjadi tanah kosong, ketika rakyat yang kau bilang saudara dan keluarga sudah berubah menjadi musuhmu. Tidakkah kau lihat wahai sanubari tertinggi bangsa, mau kau jadikan apa kami?? Apakah kau mau jadikan kami sebagai pohon yang tumbang? Apakah kau mau jadikan kami bagaikan hewan yang sudah menjadi tulang benulang atau engkau mau jadikan kami musuhmu? Wahai sanubari tertinggi bangsa, lihatlah bahwa engkau tidak akan tercipta bila tidak ada kami. Di masa yang akan datang jadikanlah perilakumu meluruskan harkat dan martabat kami. Tidakkah jikalau terjadi peperangan di bangsa tercinta ini kita akan berjuang bersama? Atau mati bersama? Kita adalah sama wahai sanubari tertinggi bangsa kita adalah saudara. Saudara satu padu bangsa Indonesia. Jangan biarkan saudaramu ini termakan oleh waktu. Luruskan niatmu untuk meraih cita2 bangsa bukan untuk meraih kepentinganmu sendiri. Dan niatkan cita2mu wahai sanubari tertinggi bangsa hanya untuk Allah , Tuhan Seru Sekalian Alam. “ :)))


Untuk Pejabat Tertinggi Bangsa …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar